Azan
zhuhur sudah berkumandang, segera saya menuju masjid dekat kantor. Jamaah yang lain pun berduyun-duyun
menuju masjid. Awalnya saya juga heran ternyata di zaman modern seperti ini masih ada juga masjid
yang ramai dikunjungi jamaah. Ketika sang muadzin mengumandangkan
iqamah, jamaah secara serentak berdiri memenuhi shaf yang ada.
Saat
itu saya menempati shaf kedua, tapi ternyata di shaf pertama masih ada
tempat untuk satu orang lagi. Karena sang imam menunggu shaf depan
terpenuhi, saya pun maju agar shalat berjamaah dapat segera
dilakukan. Sebenarnya ada yang sedikit mengganjal karena jamaah di
samping saya adalah Bapak X, yang notabene sering saya hindari karena
bapak tersebut sering melakukan gerakan-gerakan di luar shalat yang
sangat mengganggu konsentrasi saya dalam shalat. Tapi mau bagaimana lagi,
saya pun pasrah dan berharap semoga saya bisa khusuk dalam shalat.
Menjelang takbir Bapak X itu masih seperti biasanya, banyak bergerak
yang tidak perlu. Padahal, Bapak X ini sudah beberapa hari tidak
terlihat, tapi hari ini beliau muncul lagi dan kebetulan
satu shaf dengan saya (mungkin rindu dengan jamaah-jamaah di masjid ini karena ukhuwah antarjamaahnya kental sekali). Karena takut mengganggu dalam shalat, saya pun
memejamkan mata ketika Bapak X tersebut bergerak-gerak (saya sudah
agak hafal kapan saat-saat beliau bergerak, hal ini saya ketahui ketika Bapak X tersebut melakukan shalat sunnah, jadi memang gerakan yang dilakukan sudah seperti
kebiasaan).
Sebenarnya
memejamkan mata (agar lebih khusuk) ketika shalat dilarang karena hal
ini merupakan kebiasaan orang-orang majusi yang memejamkan mata saat
menyembah api. Bahkan
ada yang mengatakan bahwa hal tersebut juga merupakan perbuatan
orang-orang Yahudi. Sementara menyerupai orang-orang non Islam,
minimal hukumnya adalah haram, sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah. Jika demikian, memejamkan mata pada saat sholat
minimal hukumnya adalah makruh. Kecuali jika ada penyebab untuk
melakukannya. Misalnya di sekeliling orang yang sholat tersebut,
terdapat sesuatu yang mengganggu konsentrasinya jika ia
membuka kedua matanya.
Nah, pada saat inilah hendaknya mata dipejamkan dalam rangka menghindari hal yang tidak diinginkan. Andai ada orang yang bertanya, ‘Jika aku memejamkan mataku, maka aku merasa lebih khusyu’ daripada aku tidak memejamkan mataku’ lalu apakah aku diperbolehkan memejamkan mata karena alasan demikian. Jawabannya adalah tetap tidak boleh. Karena kekhusyukan yang didapatkan melakukan perbuatan yang hukumnya makruh itu berasal dari setan. Kekhusyukan seperti itu tak ubahnya sebagaimana kekhusyukan orang-orang sufi. Ketika melafadzkan dzikir-dzikir bid’ah, setan terkadang menjauh dari hati kita sehingga tidak menimbulkan was-was ketika kita memejamkan mata dengan maksud untuk menjerumuskan kita dalam hal yang hukumnya makruh. Hendaknya mata tetap kita buka, dan berusaha untuk khusyuk ketika melaksanakan shalat. Adapun memejamkan mata tanpa sebab agar mendapatkan kekhusyukan sekali lagi ini berasal dari setan (http://abuayaz.posterous.com/).
Nah, pada saat inilah hendaknya mata dipejamkan dalam rangka menghindari hal yang tidak diinginkan. Andai ada orang yang bertanya, ‘Jika aku memejamkan mataku, maka aku merasa lebih khusyu’ daripada aku tidak memejamkan mataku’ lalu apakah aku diperbolehkan memejamkan mata karena alasan demikian. Jawabannya adalah tetap tidak boleh. Karena kekhusyukan yang didapatkan melakukan perbuatan yang hukumnya makruh itu berasal dari setan. Kekhusyukan seperti itu tak ubahnya sebagaimana kekhusyukan orang-orang sufi. Ketika melafadzkan dzikir-dzikir bid’ah, setan terkadang menjauh dari hati kita sehingga tidak menimbulkan was-was ketika kita memejamkan mata dengan maksud untuk menjerumuskan kita dalam hal yang hukumnya makruh. Hendaknya mata tetap kita buka, dan berusaha untuk khusyuk ketika melaksanakan shalat. Adapun memejamkan mata tanpa sebab agar mendapatkan kekhusyukan sekali lagi ini berasal dari setan (http://abuayaz.posterous.com/).
Alhamdulillah,
akhirnya salam pun terucap. Setelah selesai bermunajat kepada Sang
Pencipta, saya pun bergegas kembali ke kantor. Saya hanya berharap
semoga kebiasaan Bapak X tersebut bisa diminimalisir sedikit demi
sedikit. Begitu juga diri saya pribadi dan mungkin Anda, jika masih
ada gerakan-gerakan yang tidak perlu yang dilakukan ketika menjalankan shalat maka segera perbaikilah. Tips
ketika menemui kejadian seperti ini adalah selain memejamkan mata
karena sudah tidak bisa menghindar, diusahakan mencari shaf yang lain
demi kelancaran dalam beribadah.
Dalam
tulisan ini saya tidak berusaha menjatuhkan jamaah si Bapak X
tersebut. Saya hanya ingin berbagi pengalaman, siapa tahu ada yang
mengalami hal serupa sehingga tidak ada keraguan lagi ketika terpaksa harus memejamkan mata karena ada hadis yang melarang melakukan hal tersebut. Semoga
pengalaman ini bisa mencerahkan hati kita semua. Amin. []
Gambar: 2.bp.blogspot.com
Gambar: 2.bp.blogspot.com
assalamu'alaikum,,mau nanya nih,,berhubungan dengan shalat juga,,apa menggerak gerakkan telunjuk pada saat tahiyat akhir tu diperbolehkan ato tidak ya??
BalasHapusDalam hal ini ada dua pendapat, tapi sepanjang yang saya ketahui pendapat yang lebih kuat adalah tidak menggerak-gerakkan jari telunjuk saat tasyahud. Wallahu a'lam. Untuk lebih jelas bisa buka laman berikut ini:
BalasHapushttp://www.suaramedia.com/artikel/kumpulan-artikel/32910-hukum-menggerakkan-jari-ketika-tasyahud.html
http://www.alquran-sunnah.com/artikel/fiqh/361-menggerakan-jari-telunjuk-saat-tasyahud.html