Di
bulan Ramadhan ini tidak semua umat Muslim bisa menjalankan
kewajibannya dengan tenang, layaknya kita yang tinggal di Indonesia.
Tengok saja saudara-saudara kita di Rohingya, Myanmar. Alih-alih bisa
menjalankan ibadah di bulan penuh berkah ini, untuk sekadar
menyambung napas saja mereka harus mencari perlindungan ke sana ke
mari, bahkan ada yang sampai mengungsi ke Indonesia. Maka, sudah
selayaknya kita membantu mereka sebagai saudara seiman, dengan cara
apa pun—minimal kita memanjatkan doa untuk mereka di setiap kita
memohon kepada-Nya.
Di
berbagai media massa, berita ini sudah cukup santer dikabarkan. Miris
rasanya mendengar saudara-saudara seiman kita diperlakukan tak
manusiawi. Namun di balik cerita dibantainya Muslim Rohingya oleh
Ekstrimis Budha dan Junta Militer Myanmar, masih saja
ada segelintir orang yang membuat pernyataan yang sangat mencederai
sanubari. Bagaimana tidak, ketika sebagian umat Muslim menyerukan
agar umat Islam Indonesia bersatu padu untuk membantu saudara-saudara
Muslim di Rohingya dengan apa pun—termasuk jihad—malah ada
oknum-oknum yang mengecamnya. Kata mereka jihad itu tidak diperlukan,
yang diperlukan adalah bantuan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa).
Memang kapan PBB melindungi umat Islam? Apa tidak cukup bukti
pembiaran yang dilakukan oleh PBB terhadap Muslim di Irak,
Afganistan, Gaza, dan lain-lain ketika dibantai oleh Amerika, Negeri
Zionis, dan para sekutunya.
Saya
tidak tahu jalan pikiran orang—salah satunya—yang pernah mendapat
beasiswa di Ummul Qura Mekkah malah memberikan pernyataan yang sangat
melukai perasaan umat Muslim. Sejak kapan kita dilarang berjihad,
sementara saudara-saudara kita dibantai, diperkosa, dibakar, dan
segudang tindak pemberangusan etnis yang dilakukan oleh kaum kafir
laknatullah? Padahal dia sangat menikmatai masa kuliahnya di
Mekkah—negeri tumbuhnya syariat JIHAD; makan-minum, menikmati uang
saku, mendapat penginapan, fasilitas, transportasi, dan segalanya
yang dibutuhkan. Bahkan, empat orang anaknya lahir di Mekkah, dalam
naungan kemurahan kerajaan Arab Saudi, yang belakangan dia kecam
karena dianggap Wahabi—setelah lulus dia mengatakan, “Inni
tubtu min Wahabi; Saya
bertaubat dari Wahabi." (abisyakir.wordpress.com).
Sungguh, orang yang tak tahu balas budi. Lantas predikat apalagi yang
pantas kita sematkan untuk orang yang sesat dan menyesatkan ini?
Sudah
saatnya Muslim di Indonesia sadar, bahwa menolong orang yang
membutuhkan apalagi mereka adalah saudara sesama Muslim adalah
wajib—apa pun caranya yang penting sesuai dengan yang Allah dan
Rasul-Nya syariatkan. Dan, sudah seharusnya kita mewaspadai
pikiran-pikiran sesat yang keluar dari para "melek" ilmu
yang telah tersesatkan oleh godaan dunia dan nafsu setannya. Kita
doakan semoga mereka segera sadar dan bertobat, sebelum ajal
menghampiri mereka. Mari kita doakan semoga Allah memberikan jalan
terbaik untuk saudara kita di Rohingya. Amin. []
Gambar: www.voa-islam.com
Gambar: www.voa-islam.com
0 Komentar:
Posting Komentar