Sabtu, 31 Desember 2011

Antara Janji dan Bukti

Menjelang akhir tahun 2011 berbagai media massa menyuguhkan kaleidoskop sepanjang tahun ini. Bukan menambah bahagia, tapi makin mengingatkan duka lara di waktu-waktu silam. Berita-berita yang setiap hari disuguhkan kepada masyarakat hanya berputar pada hal-hal itu saja. Ya, kita sudah begitu hafal, setiap mentari pagi muncul berita yang disuguhkan hanya berkisar pada kasus korupsi, perdagangan wanita, narkoba, perampokan, pembunuhan, kemiskinan, kemacetan, ketidakadilan, dan seabreg masalah yang sepertinya tak ada ujungnya di negeri ini.

Saya dan mungkin Anda sudah jengah bukan dengan berita-berita yang saya sebutkan di atas. Tapi sepertinya kian hari tak ada perubahan yang berarti. Beritanya kian menjadi-jadi, seakan urat malu sudah tak ada yang tersisa dalam diri manusia (para politisi) di negeri ini.

Rabu, 28 Desember 2011

Hukum Ala Indonesia


"Indonesia adalah negara hukum, jadi jangan main hakim sendiri." Pernahkah Anda mendengar kalimat  tersebut? Saya kerap mendengar jargon tersebut, terutama kalau berkenaan dengan isu-isu hukum. Sebagai negara yang berlandaskan hukum, sudah menjadi keharusan jika masyarakatnya hidup dengan tenteram dan nyaman. Akan tetapi, melihat fakta yang ada, sepertinya korelasi antara "negara hukum" dengan "kenyamanan masyarakat" sebagai warga negara belum bisa berbanding lurus. 

Sebagai contoh, kasus-kasus yang menimpa rakyat kecil akan berbeda penanganannya dengan kasus-kasus yang menimpa para pejabat negeri ini. Tidak hanya dalam proses penanganan, vonis yang dijatuhkan pun kadang tidak masuk di akal manusia. Bagaimana bisa seorang anak bernama Aal di Kota Palu, Sulawesi Tengah, diseret ke Pengadilan Negeri Palu karena dituduh mencuri sandal senilai Rp 30 ribu milik Brigadir Satu Ahmad Husni Harahap, anggota polisi. Aal terancam hukuman lima tahun penjara (http://berita.liputan6.com/). Sementara majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hanya menjatuhkan vonis 7 tahun penjara dan denda Rp 300 juta kepada Gayus Tambunan, pegawai Dirjen Pajak yang didakwa melakukan korupsi dan suap (http://berita.liputan6.com/). Vonis itu pun bisa jadi berkurang dengan adanya istilah potong masa tahanan, remisi, dan embel-embel nggak jelas lainnya. Apa ini yang namanya keadilan hukum di Republik tercinta ini?



Selasa, 27 Desember 2011

“Mengayomi dan Melindungi Masyarakat" Benarkah?

Mengingat masa lalu kadang membuat kita tersenyum, tertawa, atau malah menangis sendiri (mungkin bagi orang lain terlihat aneh). Karena pengalaman di masa lalu akan selalu menyisakan kenangan yang tak terlupakan, baik kenangan yang menyenangkan maupun yang menyedihkan. Teringat bagaimana lucunya saya ketika menjawab pertanyaan mengenai cita-cita di masa mendatang. “Kalau sudah besar, adik mau jadi apa?”  Spontan saya jawab, “Mau jadi guru.” Karena masih kecil, cita-cita yang saya ucapkan pun selalu berubah-ubah. Mau jadi, guru, dokter, polisi, tentara, dan masih banyak lagi yang lain. Intinya, setiap profesi yang terkesan menarik, maka akan saya jadikan cita-cita. Lalu bagaimana dengan Anda? Seperti pengalaman saya-kah?

Terlebih dengan yang namanya “polisi” atau “tentara”, saya begitu menggandrungi kedua profesi ini sejak kecil. Karena semasa kecil saya melihat orang-orang yang menjadi polisi adalah orang yang gagah perkasa lagi pemberani. Kedua profesi inilah yang sangat berjasa dalam menjaga keamanan negara, baik dari gangguan yang ada di dalam maupun dari luar. Bagi saya—ketika masih kecil—profesi ini sangat mulia. Itu sebabnya kedua cita-cita itu sangat saya idolakan ketika kecil.

Senin, 26 Desember 2011

Akibat Berlebihan

Akhir-akhir ini kesehatan pencernaan kurang bersahabat. Makanan yang biasanya disantap pun menjadi asing seperti belum pernah bertemu sapa. Tak ayal satu cabai yang dimakan bisa membuat perut mulas tidak karuan. Padahal, di hari-hari biasa intensitas mengonsumsi cabai bisa dikatakan banyak. Kebiasaan ini sudah berlangsung sejak kecil sehingga amat susah untuk ditinggalakan atau diubah. Terlebih di kota Yogyakarta ini juga menyuguhkan berbagai rupa makanan yang menggunakan cabai sebagai pelengkapnya. Bahkan, tak tanggung-tanggung terkadang nama tempat makannya pun ada sangkut-pautnya dengan si pedas cabai, sebutnya saja Lombok Ijo, Extra Hot, Spesia Sambel, dsb. Terlepas dari tingkat kepedasannya yang berbeda dengan cabai di kota asal saya, Wonosobo, tapi setidaknya bisa mengobati kesukaan saya dengan pelengkap rasa yang satu ini.

Tapi pengalaman mengonsumsi cabai tidak serta-merta membuat perut saya kebal dengan rasa pedas. Hal ini terbukti dengan rasa perih yang saya alami setelah mengonsumsi cabai. Terkahir, aktivitas mengikuti pengajian bulanan kantor menjadi terhambat akibat mengonsumsi si pedas ini. Terdorong rasa penasaran, saya telusuri beberapa sumber terkait dengan masalah ini. Ternyata cabai mengandung capsaicin, yaitu suatu zat yang tidak hanya akan menambah rasa pedas pada makanan kita, tetapi juga memanaskan perut (www.detikhealth.com).

Jumat, 23 Desember 2011

Bahasa Daerah Makin Terdesak

Yogyakarta dikenal sebagai kota pelajar dan budaya. Kurang lebih tujuh tahun silam saya menginjakkan kaki di kota ini, tidak lain dan tidak bukan kecuali untuk menimba ilmu. Saya menyelesaikan jenjang SMA dan perguruan tinggi di kota ini. Praktis interaksi dengan para penduduknya pun tidak bisa dibilang singkat. Selama tinggal di Yogyakarta, saya sudah beberapa kali pindah tempat tinggal (indekos). Penduduknya memang ramah-ramah, bahkan bahasa Jawa yang biasa saya gunakan pun kalah halus dengan penduduk setempat. Berkat merantau ke Yogyakarta saya lebih mengenal bahasa Jawa yang baik dan benar. Terlebih ketika di bangku perkuliahan saya juga mengambil mata kuliah pilihan tentang bahasa Jawa dari Jurusan Sastra Nusantara di Fakultas Ilmu Budaya, UGM.

Tapi akhir-akhir ini, saya mulai berpikir sepertinya proses regenerasi dan pewarisan penggunaan bahasa Jawa yang baik dan benar tidak berjalan dengan lancar di Yogyakarta. Terbukti dengan tidak bisanya anak-anak kecil di Yogyakarta menggunakan bahasa Jawa (Jawa ngoko sekalipun). Fenomena ini banyak terjadi pada anak-anak yang orangtuanya berstatus ekonomi menengah ke atas. Mirisnya lagi, ketika saya tanya menggunakan bahasa Jawa mereka tidak bisa menjawab. Saya pikir mereka hanya pura-pura atau malu mengucapkan bahasa Jawa, tapi setelah saya gali lebih dalam dari warga sekitar memang dari pihak orangtua tidak mengajarkan bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari.

Rabu, 21 Desember 2011

Korupsi kok Lupa...Tanya Kenapa?

Menelusuri tingkah dan polah manusia memang tidak ada habisnya. Mungkin bisa dikatakan tak ubahnya menelusuri biang korupsi (lintah uang rakyat) di Indonesia yang teramat sulit untuk dicari jejak langkahnya.

Korupsi sepertinya sudah mendarah daging bagi sebagian manusia di Republik ini. Tak bisa dimungkiri dari tingkat RT sampai Pejabat Negara pun pernah melakukan tindakan tak terpuji ini. Sungguh disayangkan, negara yang mayoritas Muslim dan menjunjung adat ketimuran ini masih juga sulit untuk melepaskan diri dari belenggu korupsi. Bahkan, berdasarkan data Lembaga Transparansi Internasional menyebutkan tahun 2011 Indonesia memiliki indeks persepsi korupsi 2,8 dengan skala 0 hingga 10. Berdasrakan indeks persepsi korupsi ini, Indonesia dipersepsikan sangat korup. Indeks ini tidak berubah dari indeks tahun 2009 dan 2010. Dari 178 negara  yang disurvei, Indonesia berada di peringkat ke-110, sedangkan di Asia, Indonesia menempati peringkat ke-4 sebagai negera terkorup.

Selasa, 20 Desember 2011

Belajar dari "Si Kecil"

Sudah lama saya tidak membuka file-file di komputer pribadi karena akhir-akhir ini kegiatan lebih banyak dihabiskan di kantor. Terakhir mengotak-atik komputer pribadi sewaktu masih berkutat dengan tugas-tugas kuliah dan urusan skripsi. Mencoba membuka-buka kenangan masa lalu. Kadang tersenyum-senyum sendiri ketika membaca salah satu tugas kulaih. Teringat bagaimana suasana kelas, dosen mengajar, serta teman-teman yang tengah asyik berdiskusi.

Tak sengaja kulihat sebuah file yang pernah saya download di youtube. File itu bertuliskan Harun Yahya. Terdorong rasa penasaran akhirnya  saya klik file tersebut. Ternyata isinya mengenai keajaiban penciptaan hewan. Nah, salah satu yang paling saya suka adalah mengenai keajaiban penciptaan semut dan lebah. Rasanya, ada baiknya juga melihat tayangannya di media player. Ya, sekadar untuk me-refresh kembali pikiran yang penat karena seharian bekerja. Walau mata sudah tidak terlalu bisa diajak kompromi, tapi tetap saya paksakan untuk menonton juga.

Senin, 19 Desember 2011

Mari Bersahabat dengan Alam

Akhir tahun 2011 tinggal menunggu beberapa hari lagi. Penutupan di akhir tahun yang diharapkan menenteramkan hati semua pihak terhenyak sejenak akibat peristiwa-peristiwa yang kadang tak diinginkan kedatangannya. Anomali-anomali alam pun kiat mencuat. Sebut saja aktifnya kembali Gunung Sindoro, yang terletak di Kabupaten Wonosobo dan Temanggung, setelah tidur kurang lebih 101 tahun silam (menurut catatan Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi, Gunung Sindoro terakhir kali meletus pada tahun 1910). Tidak hanya itu, kemarin, tepatnya hari minggu tanggal 18 Desember 2011 telah terjadi banjir bandang di Dusun Sidorejo, Desa Tieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Tidak kurang dari 27 rumah penduduk hancur, 1 tewas, dan 2 lainnya kritis serta ratusan penduduk terpaksa mengungsi  di balai desa setempat. Hal ini terjadi ketika hujan deras mengguyur wilayah Kabupaten Wonosobo.



Jumat, 16 Desember 2011

Nikah, Siapa takut!

Alhamdulillah, lima bulan yang lalu (tepatnya tanggal 24 Juli 2011) saya telah melepas status lajang saya. Sempat bimbang sebelum melangsungkan akad nikah. Bukan karena takut salah ketika mengucapka ijab-qabul, tapi lebih ke masalah kesiapan setelah menikah. Bagaimana menjadi seorang suami dan bapak yang harus menafkahi keluarga serta mempertanggungjawabkan semuanya kelak di hadapan Allah Swt. Terlebih beberapa bulan sebelum menikah, saya masih berstatus pengangguran. Jadi, rasa yang tidak menentu semakin menghantui diri saya.

Sebenarnya niat untuk menikah sudah ada sejak menginjak semester akhir kuliah. Akan tetapi, selalu saja kalah dengan perasaan-perasaan yang sejatinya saya ciptakan sendiri, takut, cemas, khawatir, dan seabreg perasaan aneh lainnya. Pengadaian yang tidak berujung pun menjadi alasan saya untuk ragu-ragu melangkahkan kaki ke jenjang pernikahan.

Kamis, 15 Desember 2011

Muda-Muda Keladi

Sudah beberapa bulan lewat, saya rutin shalat jamaah (Zhuhur dan Ashar) di Masjid Jogokariyan, Yogyakarta. Sepintas tak jauh beda dengan masjid pada umumnya. Hanya saja jamaahnya memang terkesan lebih banyak dibanding ketika saya shalat di masjid-masjid lain. Saya pernah bertanya pada salah satu rekan kerja saya, apakah jamaah di Jogokariyan memang banyak pada shlat-shalat tertentu atau di semua waktu shalat. Jawaban--bagi saya--yang mengejutkan pun muncul dari teman saya, katanya setiap waktu shalat masjid Jogokariyan memang selalu dipenuhi jamaah.