Kamis, 19 Januari 2012

Proyek Abang Dewan


Lagi-lagi para anggota DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) berulah. Tidak puas dengan ditolaknya proyek pembangunan gedung baru yang mencapai triliunan rupiah beberapa waktu yang lalu, para wakil rakyat ini—katanya sih wakil rakyat—berencana merenovasi ruang rapat Badan Anggaran DPR (Banggar DPR). Tidak tanggung-tanggung dana yang direncanakan pun mencapai miliaran rupiah, kurang lebih Rp 20,3 miliar. Melihat bengkaknya dana yang dibutuhkan, tak salah kiranya kalau proyek ini merupakan salah satu proyek yang berbau korupsi.

Menurut Apung Widadi, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), tidak hanya proyek renovasi ruang rapat Banggar, sejumlah proyek renovasi yang diadakan selama 2011 lainnya juga dinilai berbau korupsi. Misalnya, proyek renovasi toilet senilai Rp 2 miliar, proyek renovasi rumah dinas anggota DPR senilai Rp 3,6 miliar, pengadaan mesin fotokopi berkecepatan tinggi senilai Rp 5,7 miliar, dan penggantian cubicle PGDB/PGC DPR senilai Rp 4,3 miliar. Pengadaan proyek-proyek tersebut, tidak dilakukan secara transparan.



Melihat fenomena ini, sepertinya sangat menyinggung hati rakyat Indonesia jika DPR masih menyandang status sebagai Dewan Perwakilan Rakyat. Lantas gelar apakah yang pas untuk mereka. Atau mereka lebih tepat diberi gelar Drakula Penghisap Rakyat? Pertanyaannya, apakah rakyat Indonesia sudah hidup bergelimang kemewahan sampai-sampai wakilnya tidak malu-malu lagi untuk mengumbar dan mempertontonkannya. Apakah toilet sang tuan (baca: rakyat) sudah begitu berkelas sampai wakilnya pun merasa iri untuk turut serta merenovasinya. Mungkin masih bisa ditolerir kalau danayanya wajar. Tapi kenyataan yang ada, dalam proyek apa pun bisa dipastikan selalu saja membawa embel-embel miliar rupiah atau—kalau tidak—triliun rupiah. Sungguh ironi negeri “berkolam susu” ini.



Saya kadang berandai-andai, kapan ada berita yang bunyinya “Para anggota DPR menyumbangkan 50% gajinya untuk menciptakan lapangan kerja, mengentaskan kemiskinan, meningkatkan pendidikan, memberikan pelayanan kesehatan bagi warga miskin, dsb”. Tapi sepertinya bukan di waktu dekat ini. Ataukah harus menunggu sampai datangnya Imam Mahdi? Tak taulah, hanya Allah yang tahu.

Sulit rasanya mengikuti tingkah polah dan pola berpikir para anggota dewan. Kebutuhannya selalu harus dibayar MAHAL, sementara rakyat bingung memikirkan kapan sembako bisa MURAH. Kalau mereka memikirkan kapan melancong ke luar negeri lagi, maka rakyat kecil berpikir bagaimana agar esok pagi kakinya mampu berjalan untuk mengais rezeki. Jika para anggota dewan tengah sibuk memikirkan kursi yang kurang empuk, maka para rakyat kecil berpikir bagaimana agar tidak terserang bisul dan esok pagi bisa duduk sambil menyeka peluh yang membasahi dahi, walau kenyataan hidup di Indonesia lebih sering menyayat hati. Sungguh, saya bingung, sebenarnya siapa yang wakil dan siapa yang diwakili. Semoga Allah tidak pernah bosan memberikan hidayah-Nya kepada manusia yang pinginya enak sendiri ini. Amin. []



Gambar: www.beritasatu.com




0 Komentar:

Posting Komentar