Lagi-lagi
para anggota DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) berulah. Tidak puas dengan
ditolaknya proyek pembangunan gedung baru yang mencapai triliunan
rupiah beberapa waktu yang lalu, para wakil rakyat ini—katanya sih wakil
rakyat—berencana merenovasi ruang rapat Badan Anggaran DPR (Banggar
DPR). Tidak tanggung-tanggung dana yang direncanakan pun mencapai
miliaran rupiah, kurang lebih Rp 20,3 miliar. Melihat bengkaknya dana
yang dibutuhkan, tak salah kiranya kalau proyek ini merupakan salah
satu proyek yang berbau korupsi.
Menurut
Apung Widadi, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), tidak hanya
proyek renovasi ruang rapat Banggar, sejumlah proyek renovasi yang
diadakan selama 2011 lainnya juga dinilai berbau korupsi. Misalnya,
proyek renovasi toilet senilai Rp 2 miliar, proyek renovasi rumah
dinas anggota DPR senilai Rp 3,6 miliar, pengadaan mesin fotokopi
berkecepatan tinggi senilai Rp 5,7 miliar, dan penggantian cubicle
PGDB/PGC DPR senilai Rp 4,3 miliar. Pengadaan proyek-proyek tersebut,
tidak dilakukan secara transparan.
Melihat
fenomena ini, sepertinya sangat menyinggung hati rakyat Indonesia
jika DPR masih menyandang status sebagai Dewan Perwakilan Rakyat.
Lantas gelar apakah yang pas untuk mereka. Atau mereka lebih tepat
diberi gelar Drakula Penghisap Rakyat? Pertanyaannya, apakah rakyat
Indonesia sudah hidup bergelimang kemewahan sampai-sampai wakilnya
tidak malu-malu lagi untuk mengumbar dan mempertontonkannya. Apakah
toilet sang tuan (baca: rakyat) sudah begitu berkelas sampai wakilnya
pun merasa iri untuk turut serta merenovasinya. Mungkin masih bisa
ditolerir kalau danayanya wajar. Tapi kenyataan yang ada, dalam
proyek apa pun bisa dipastikan selalu saja membawa embel-embel miliar
rupiah atau—kalau tidak—triliun rupiah. Sungguh ironi negeri
“berkolam susu” ini.
Saya
kadang berandai-andai, kapan ada berita yang bunyinya “Para anggota
DPR menyumbangkan 50% gajinya untuk menciptakan lapangan kerja,
mengentaskan kemiskinan, meningkatkan pendidikan, memberikan
pelayanan kesehatan bagi warga miskin, dsb”. Tapi sepertinya bukan
di waktu dekat ini. Ataukah harus menunggu sampai datangnya Imam
Mahdi? Tak taulah, hanya Allah yang tahu.
Sulit
rasanya mengikuti tingkah polah dan pola berpikir para anggota dewan.
Kebutuhannya selalu harus dibayar MAHAL, sementara rakyat bingung
memikirkan kapan sembako bisa MURAH. Kalau mereka memikirkan kapan
melancong ke luar negeri lagi, maka rakyat kecil berpikir bagaimana agar
esok pagi kakinya mampu berjalan untuk mengais rezeki. Jika para
anggota dewan tengah sibuk memikirkan kursi yang kurang empuk, maka
para rakyat kecil berpikir bagaimana agar tidak terserang bisul dan esok pagi bisa duduk sambil menyeka peluh yang membasahi dahi, walau kenyataan hidup di Indonesia lebih sering menyayat hati. Sungguh, saya
bingung, sebenarnya siapa yang wakil dan siapa yang diwakili. Semoga
Allah tidak pernah bosan memberikan hidayah-Nya kepada manusia yang
pinginya enak sendiri ini. Amin. []
Gambar: www.beritasatu.com
Gambar: www.beritasatu.com
0 Komentar:
Posting Komentar