Berbicara
mengenai imunisasi mungkin tidak terlalu asing di telinga kita karena
bangsa kita pun tengah gencar mensosialisasikannya. Bahkan, dalam
salah satu iklan di televisi salah seorang tokoh agama dimunculkan sebagai
penguat agenda pemerintah ini. Coba kita cari di search engine google.com dengan kata kunci "bahaya imunisasi" maka dalam kurun waktu 0,17 detik ditemukan 3.710.000 artikel yang terkait dengan hal tersebut. Ada salah satu artikel yang menarik sekaligus bisa dijadikan referensi. Berikut saya kutipkan
sebuah artikel yang ditulis oleh Hj.
Ummu Salamah, S.H., Hajjam. Insya Allah, sangat layak untuk kita
renungkan.
Sejak
1977, Indonesia menjalankan program imunisasi PD3I (Penyakit Dapat
Dicegah dengan Imunisasi), yaitu TBC, difteri, pertusis, campak,
polio, tetanus dan hepatitis B. Program itu dikukuhkan dengan
Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992, berdasarkan kesepakatan
dengan WHO dan Unicef.
Imunisasi
atau disebut juga vaksinasi, adalah suatu cara yang diyakini dapat
melindungi orang dari penyakit. Vaksin dibuat dari virus atau bakteri
patogen penyebab penyakit untuk disuntikkan ke tubuh, dengan harapan
dapat membantu memerangi penyakit yang lebih ganas atau yang masuk
secara alami.
Tujuan
utama vaksin adalah merangsang pembentukan antibodi dengan
konsentrasi yang cukup tinggi, untuk menghentikan perjalanan patogen,
sehingga mencegah terjangkitnya penyakit. Tapi, benarkah demikian?
Sebelum
menjawab pertanyaan itu, mari kita perhatikan cara pembuatan vaksin.
Ada tiga jenis bahan utamanya, yaitu: kuman virus atau bakteri hidup
atau mati, toksoid, dan DNA. Selain itu, ada bahan-bahan tambahan
yang dipakai untuk menjalankan fungsi pembiakan vaksin. Sebagian dari
bahan tambahan itu adalah:
- Aluminium, ditambahkan pada vaksin dalam bentuk gel atau garam, untuk mendorong produksi antibodi, digunakan pada vaksin DPT, Dapt, dan Hepatitis B. Logam ini diduga sebagai pemicu kejang, Alzheimer, kerusakan otak, dan dementia (pikun).
- Formaldehida/formalin, zat pecetus kanker (karsinogen), biasa dipakai untuk pembalsaman, fungisida, insektisida, pembuatan bahan peledak dan kain. Dalam vaksin, cairan formalin digunakan untuk menonaktifkan kuman. Menurut Sir Graham S. Wilson, pengarang buku The Hazards of Immunization, formalin tidak memadai sebagai disinfektan. Kenyataan ini sudah diketahui puluhan tahun. Pemakaian berkelanjutan bahan yang tak bisa diandalkan dan berbahaya ini, jelas melanggar prinsip Non-malefisiensi (tidak merusak).
- Gelatin, dikenal alergen atau pemicu alergi, ditemukan pada vaksin cacar air dan MMR.
Fenol, bahan dari tar batubara, digunakan dalam produk bahan pewarna, disinfektan, plastik, bahan pengawet, dan germisida. Pada dosis tertentu, bahan ini sangat beracun dan lebih bersifat membahayakan daripada merangsang sistem imun.
- Streptomisin, antibiotik yang diketahui alergen pada beberapa orang; ditemukan pada kedua bentuk vaksin polio.
- Timerosal, bahan pengawet yang mengandung hampir 50% etilmerkuri, yang memiliki banyak kesamaan sifat dengan merkuri (air raksa). Selama beberapa dekade bahan ini digunakan pada hampir setiap vaksin di pasaran.
Bahan-bahan
itu memang dipakai dalam jumlah sedikit, tapi beracun atau alergen.
Sekali disuntikkan ke aliran darah dan sistem imun yang belum matang
pada anak, bahan ini tak bisa dibuang oleh empedu dan hati, karena
produksi empedu belum sempurna.
Ada
tiga jenis vaksin, yaitu vaksin mati (tidak diaktifkan atau
dimatikan), vaksin hidup, dan vaksin rekombinasi DNA. Vaksin hidup
dibuat dalam labolatorium dari organisme hidup (biasanya virus)
penyebab penyakit. Vaksin hidup ini dilemahkan sehingga diharapkan
dapat menyebabkan sistem imun tubuh. Contoh virus hidup yang
dilemahkan adalah polio (yang ditelan), campak, gondong, cacar air,
rubela, dan demam kuning. Vaksin-vaksin bakteri hidup termasuk vaksin
untuk demam tifoid dan vaksin Basilus Calmette Guerin (BCG) untuk
tuberkulosis (TBC). Sebagian ahli berpendapat, pada bayi dan anak
kecil, vaksin-vaksin ini bisa memiliki efek serius. Mereka menunjuk
ke hubungannya dengan autisme dan penyakit auto-imun.
Vaksin
mati atau tidak aktif, mengandung semua atau sebagian dari organisme
penyebab penyakit yang telah dibunuh atau dibuat tidak aktif. Tak
seperti yang hidup, vaksin mati tidak bisa bereproduksi sehingga
tidak menyebabkan penyakit yang hendak dicegah. Hanya saja, vaksin
ini memicu respons sistem imun lebih lemah dibandingkan vaksin hidup.
Vaksin yang tidak aktif digunakan untuk kolera, Hepatitis A,
influenza, pertusis (batuk rejan), polio (suntikan), rabies, dan
tifoid.
Vaksin
Rekombinasi DNA dibuat dengan teknik genetika. Vaksin Hepatitis B
adalah salah satu contohnya. Vaksin ini tidak menggunakan seluruh
organisme, tapi mengambil gen-gen khusus dari bahan penimbul infeksi
(virus, bakteri) dan menambahkannya ke dalam biakan virus. Untuk
vaksin yang tidak dibuat dengan teknologi genetika, bakteri atau
virus dilemahkan berulang-ulang melalui media biakan, misalnya
sel-sel manusia (jaringan janin yang gugur), jaringan ginjal monyet,
lambung babi, embrio ayam, sel-sel embrio marmut, atau serum anak
sapi, untuk mengurangi keampuhannya.
Masih
banyak yang belum diketahui tentang efek dari vaksin rekombinasi DNA.
Para ahli mengatakan, vaksin rekombinasi DNA lebih efektif dan aman
dari jenis vaksin lain karena tidak mengandung seluruh bahan infeksi.
Tapi kekhawatiran terbesar pada vaksin ini adalah sistem imun tubuh
memroduksi antibodi-antibodi, yang pada gilirannya menyerang
bagian-bagian tubuh.
Semua virus mati atau hidup mengandung DNA dan RNA, yaitu materi pembawa genetik. Ketika vaksin dibuat, virus-virus itu ditempatkan dalam suatu media biakan. DNA dan RNA dari virus bisa ditangkap oleh sel-sel hewan dalam biakan. Sel-sel tempat RNA virus yang menyatu dengan DNA sel-sel hewan disebut provirus.
Provirus
bisa tetap tidak aktif (tidur) dalam tubuh selama bertahun-tahun.
Jika menjadi aktif, banyak ahli percaya provirus bertanggung jawab
atas kelainan autoimun, yaitu ketika sistem imun tidak bisa
membedakan jaringannya sendiri dari benda asing penyerang, dengan
demikian tubuh menyerang dirinya sendiri. Termasuk dalam penyakit
autoimun adalah diabetes, rematoid artritis, dan asma. Selain
itu, protein hewan dalam biakan tidak dicerna tubuh manusia, dan
protein yang tidak dicerna adalah penyebab utama alergi. Protein yang
tidak dicerna juga bisa menyerang lapisan dinding pelindung sel-sel
syaraf dan menimbulkan masalah syaraf.
Cobalah
renungkan dengan seksama. Jemaah Haji, Calon pengantin, ibu
hamil, anak-anak, bayi-bayi yang tidak berdosa diberi virus-virus itu
dengan maksud agar kebal terhadap penyakit. Faktanya, dalam praktik
di lapangan, banyak kematian dan cacat pada bayi, anak, atau orang
dewasa, akibat dari penanaman virus-virus tersebut. Alasan besar di
balik bertahannya proyek imunisasi atau vaksinasi adalah bisnis
besar. Badan peneliti teknologi tinggi Internasional Frost and
Sullivan menggambarkan pasar vaksin manusia dunia meroket dari US$
2,9 milyar pada 1995 menjadi lebih dari US$ 7 milyar pada 2001.
Rasulullah
Saw sesungguhnya telah memberikan contoh menyangkut metode kesehatan,
yang dinamakan Athibunabawy. Menurut Syeh Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah,
Athibunabawy bersifat pasti, bernuansa Ilahi. Artinya, Atibunabawy
adalah bagian dari akidah dan iman. Atibunabawy terbagi menjadi empat
macam. Pertama, Hijamah/bekam, yakni terapi menyentuh yang sakit,
urut, refleksi. Kedua, Al-Khustul bahri, Al-habatusaudah, Al-Assabah
(Madu), dan obat-obat alami berupa tanaman di sekitar kita, seperti
kencur, jahe, temu lakawak, dan lain-lain. Ketiga, Ar-Rukyah, yakni
bacaan-bacaan yang dilafazkan dari Al-Qur'an dan As-Sunah. Keempat,
gabungan dari ketiganya.
Pencegahan
penyakit yang harus diupayakan seluruh manusia adalah meningkatkan
kekebalan tubuh secara alami, yaitu dengan memakan makanan yang halal
lagi baik, menuruti seluruh aturan Allah Swt, dan menjauhi seluruh
larangan-Nya. Negara wajib memelihara kesehatan masyarakat dengan
pengawasan ketat terhadap perdagangan sayur-mayur, hewan potong, dan
segala bahan makanan dan minuman, agar bebas dari zat-zat kimia
sintetis dan pengawet berbahaya. Inilah upaya yang harus terus
diperjuangkan demi tercapainya generasi Indonesia sehat, cerdas,
berkualitas, dan beriman.
Untuk
lebih jelasnya Baca buku Imunisasi Dampak Konspirasi &
Solusi Sehat ala Rasulullah Saw yang ditulis oleh Hj. Ummu Salamah, S.H., Hajjam. []
Gambar: 2.bp.blogspot.com
Gambar: 2.bp.blogspot.com
0 Komentar:
Posting Komentar