Rabu, 18 Januari 2012

Bahaya Imunisasi dan Vaksinasi


Berbicara mengenai imunisasi mungkin tidak terlalu asing di telinga kita karena bangsa kita pun tengah gencar mensosialisasikannya. Bahkan, dalam salah satu iklan di televisi salah seorang tokoh agama dimunculkan sebagai penguat agenda pemerintah ini. Coba kita cari di search engine google.com dengan kata kunci "bahaya imunisasi" maka dalam kurun waktu 0,17 detik ditemukan 3.710.000 artikel yang terkait dengan hal tersebut. Ada salah satu artikel yang menarik sekaligus bisa dijadikan referensi. Berikut saya kutipkan sebuah artikel yang ditulis oleh Hj. Ummu Salamah, S.H., Hajjam. Insya Allah, sangat layak untuk kita renungkan.

Sejak 1977, Indonesia menjalankan program imunisasi PD3I (Penyakit Dapat Dicegah dengan Imunisasi), yaitu TBC, difteri, pertusis, campak, polio, tetanus dan hepatitis B. Program itu dikukuhkan dengan Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992, berdasarkan kesepakatan dengan WHO dan Unicef.

Imunisasi atau disebut juga vaksinasi, adalah suatu cara yang diyakini dapat melindungi orang dari penyakit. Vaksin dibuat dari virus atau bakteri patogen penyebab penyakit untuk disuntikkan ke tubuh, dengan harapan dapat membantu memerangi penyakit yang lebih ganas atau yang masuk secara alami.

Tujuan utama vaksin adalah merangsang pembentukan antibodi dengan konsentrasi yang cukup tinggi, untuk menghentikan perjalanan patogen, sehingga mencegah terjangkitnya penyakit. Tapi, benarkah demikian?

Sebelum menjawab pertanyaan itu, mari kita perhatikan cara pembuatan vaksin. Ada tiga jenis bahan utamanya, yaitu: kuman virus atau bakteri hidup atau mati, toksoid, dan DNA. Selain itu, ada bahan-bahan tambahan yang dipakai untuk menjalankan fungsi pembiakan vaksin. Sebagian dari bahan tambahan itu adalah:
  1. Aluminium, ditambahkan pada vaksin dalam bentuk gel atau garam, untuk mendorong produksi antibodi, digunakan pada vaksin DPT, Dapt, dan Hepatitis B. Logam ini diduga sebagai pemicu kejang, Alzheimer, kerusakan otak, dan dementia (pikun).

  2. Formaldehida/formalin, zat pecetus kanker (karsinogen), biasa dipakai untuk pembalsaman, fungisida, insektisida, pembuatan bahan peledak dan kain. Dalam vaksin, cairan formalin digunakan untuk menonaktifkan kuman. Menurut Sir Graham S. Wilson, pengarang buku The Hazards of Immunization, formalin tidak memadai sebagai disinfektan. Kenyataan ini sudah diketahui puluhan tahun. Pemakaian berkelanjutan bahan yang tak bisa diandalkan dan berbahaya ini, jelas melanggar prinsip Non-malefisiensi (tidak merusak).

  3. Gelatin, dikenal alergen atau pemicu alergi, ditemukan pada vaksin cacar air dan MMR.
    Fenol, bahan dari tar batubara, digunakan dalam produk bahan pewarna, disinfektan, plastik, bahan pengawet, dan germisida. Pada dosis tertentu, bahan ini sangat beracun dan lebih bersifat membahayakan daripada merangsang sistem imun.


  4. Streptomisin, antibiotik yang diketahui alergen pada beberapa orang; ditemukan pada kedua bentuk vaksin polio.

  5. Timerosal, bahan pengawet yang mengandung hampir 50% etilmerkuri, yang memiliki banyak kesamaan sifat dengan merkuri (air raksa). Selama beberapa dekade bahan ini digunakan pada hampir setiap vaksin di pasaran.
Bahan-bahan itu memang dipakai dalam jumlah sedikit, tapi beracun atau alergen. Sekali disuntikkan ke aliran darah dan sistem imun yang belum matang pada anak, bahan ini tak bisa dibuang oleh empedu dan hati, karena produksi empedu belum sempurna.

Ada tiga jenis vaksin, yaitu vaksin mati (tidak diaktifkan atau dimatikan), vaksin hidup, dan vaksin rekombinasi DNA. Vaksin hidup dibuat dalam labolatorium dari organisme hidup (biasanya virus) penyebab penyakit. Vaksin hidup ini dilemahkan sehingga diharapkan dapat menyebabkan sistem imun tubuh. Contoh virus hidup yang dilemahkan adalah polio (yang ditelan), campak, gondong, cacar air, rubela, dan demam kuning. Vaksin-vaksin bakteri hidup termasuk vaksin untuk demam tifoid dan vaksin Basilus Calmette Guerin (BCG) untuk tuberkulosis (TBC). Sebagian ahli berpendapat, pada bayi dan anak kecil, vaksin-vaksin ini bisa memiliki efek serius. Mereka menunjuk ke hubungannya dengan autisme dan penyakit auto-imun.

Vaksin mati atau tidak aktif, mengandung semua atau sebagian dari organisme penyebab penyakit yang telah dibunuh atau dibuat tidak aktif. Tak seperti yang hidup, vaksin mati tidak bisa bereproduksi sehingga tidak menyebabkan penyakit yang hendak dicegah. Hanya saja, vaksin ini memicu respons sistem imun lebih lemah dibandingkan vaksin hidup. Vaksin yang tidak aktif digunakan untuk kolera, Hepatitis A, influenza, pertusis (batuk rejan), polio (suntikan), rabies, dan tifoid.

Vaksin Rekombinasi DNA dibuat dengan teknik genetika. Vaksin Hepatitis B adalah salah satu contohnya. Vaksin ini tidak menggunakan seluruh organisme, tapi mengambil gen-gen khusus dari bahan penimbul infeksi (virus, bakteri) dan menambahkannya ke dalam biakan virus. Untuk vaksin yang tidak dibuat dengan teknologi genetika, bakteri atau virus dilemahkan berulang-ulang melalui media biakan, misalnya sel-sel manusia (jaringan janin yang gugur), jaringan ginjal monyet, lambung babi, embrio ayam, sel-sel embrio marmut, atau serum anak sapi, untuk mengurangi keampuhannya.

Masih banyak yang belum diketahui tentang efek dari vaksin rekombinasi DNA. Para ahli mengatakan, vaksin rekombinasi DNA lebih efektif dan aman dari jenis vaksin lain karena tidak mengandung seluruh bahan infeksi. Tapi kekhawatiran terbesar pada vaksin ini adalah sistem imun tubuh memroduksi antibodi-antibodi, yang pada gilirannya menyerang bagian-bagian tubuh. 

Semua virus mati atau hidup mengandung DNA dan RNA, yaitu materi pembawa genetik. Ketika vaksin dibuat, virus-virus itu ditempatkan dalam suatu media biakan. DNA dan RNA dari virus bisa ditangkap oleh sel-sel hewan dalam biakan. Sel-sel tempat RNA virus yang menyatu dengan DNA sel-sel hewan disebut provirus.

Provirus bisa tetap tidak aktif (tidur) dalam tubuh selama bertahun-tahun. Jika menjadi aktif, banyak ahli percaya provirus bertanggung jawab atas kelainan autoimun, yaitu ketika sistem imun tidak bisa membedakan jaringannya sendiri dari benda asing penyerang, dengan demikian tubuh menyerang dirinya sendiri. Termasuk dalam penyakit autoimun adalah diabetes, rematoid artritis, dan asma. Selain itu, protein hewan dalam biakan tidak dicerna tubuh manusia, dan protein yang tidak dicerna adalah penyebab utama alergi. Protein yang tidak dicerna juga bisa menyerang lapisan dinding pelindung sel-sel syaraf dan menimbulkan masalah syaraf.

Cobalah renungkan dengan seksama. Jemaah Haji, Calon pengantin, ibu hamil, anak-anak, bayi-bayi yang tidak berdosa diberi virus-virus itu dengan maksud agar kebal terhadap penyakit. Faktanya, dalam praktik di lapangan, banyak kematian dan cacat pada bayi, anak, atau orang dewasa, akibat dari penanaman virus-virus tersebut. Alasan besar di balik bertahannya proyek imunisasi atau vaksinasi adalah bisnis besar. Badan peneliti teknologi tinggi Internasional Frost and Sullivan menggambarkan pasar vaksin manusia dunia meroket dari US$ 2,9 milyar pada 1995 menjadi lebih dari US$ 7 milyar pada 2001.

Rasulullah Saw sesungguhnya telah memberikan contoh menyangkut metode kesehatan, yang dinamakan Athibunabawy. Menurut Syeh Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Athibunabawy bersifat pasti, bernuansa Ilahi. Artinya, Atibunabawy adalah bagian dari akidah dan iman. Atibunabawy terbagi menjadi empat macam. Pertama, Hijamah/bekam, yakni terapi menyentuh yang sakit, urut, refleksi. Kedua, Al-Khustul bahri, Al-habatusaudah, Al-Assabah (Madu), dan obat-obat alami berupa tanaman di sekitar kita, seperti kencur, jahe, temu lakawak, dan lain-lain. Ketiga, Ar-Rukyah, yakni bacaan-bacaan yang dilafazkan dari Al-Qur'an dan As-Sunah. Keempat, gabungan dari ketiganya.

Pencegahan penyakit yang harus diupayakan seluruh manusia adalah meningkatkan kekebalan tubuh secara alami, yaitu dengan memakan makanan yang halal lagi baik, menuruti seluruh aturan Allah Swt, dan menjauhi seluruh larangan-Nya. Negara wajib memelihara kesehatan masyarakat dengan pengawasan ketat terhadap perdagangan sayur-mayur, hewan potong, dan segala bahan makanan dan minuman, agar bebas dari zat-zat kimia sintetis dan pengawet berbahaya. Inilah upaya yang harus terus diperjuangkan demi tercapainya generasi Indonesia sehat, cerdas, berkualitas, dan beriman.

Untuk lebih jelasnya Baca buku Imunisasi Dampak Konspirasi & Solusi Sehat ala Rasulullah Saw yang ditulis oleh Hj. Ummu Salamah, S.H., Hajjam. []



Gambar: 2.bp.blogspot.com

0 Komentar:

Posting Komentar