Rabu, 11 Januari 2012

Saat Caci Maki Menjadi Tradisi


Situasi dunia politik Indonesia makin tak karuan. Negeri yang mayoritas berpenduduk Muslim ini pun sudah tak malu-malu lagi untuk mengeluarkan sumpah serapah atau caci maki kepada lawan politiknya. Ketidaksukaan seseorang kepada suatu golongan atau pun sebaliknya menjadi alat pelegitimasi untuk saling menghujat, bahkan dengan nama hewan sekalipun. Bukankah Allah telah melarangnya, “Dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim(Q.s. al-Hujuraat [49]: 11). Apa memang para penghujat ini sudah tidak mau mengindahkan larangan Allah, atau malah mereka sudah tak takut lagi kepada-Nya sampai larangan-Nya pun masih dilanggar.


Tak cukupkah dengan bencana yang melanda negeri ini. Tak sadarkah mereka ada para janda yang membanting tulang demi kelangsungan hidup generasinya. Tak tahukah mereka, anak-anak kecil merengek minta sekolah tapi malah jadi pengemis karena orangtua mereka tak mampu membayar SPP. Sakit matakah mereka sampai nyawa rakyat meregang sia-sia tak ada yang menengoknya. Tak degarkah mereka akan jerit hati para jelata yang berbulan-bulan menjahit mulut mereka di depan gedung DEWAN YANG TERHORMAT demi sebuah keadilan. Sungguh, masih banyak hal yang lebih penting ketimbang saling caci yang hanya menambah murka ilahi. Dan sungguh, masih banyak hal yang jauh lebih penting daripada memperturutkan nafsu politik.

Rasanya ada yang salah dengan proses pendewasaan di negeri ini, sampai-sampai melahirkan para politikus yang tak punya malu. Mereka tak malu untuk ramai-ramai minta kenaikan gaji, sementara pengangguran makin membumbung tinggi. Mereka juga tak malu-malu untuk berpesta pora di tengah kemiskinan rakyat yang semakin menjerat. Mereka tak malu untuk tidak datang ke rapat-rapat yang telah diagendakan, sementara yang lain bangun di pekatnya pagi untuk mengais rezeki di onggokan sampah yang tadi malam baru di buang. Mereka juga tak malu minta uang bermilyar-milyar demi merenovasi WC yang “katanya” sudah tidak nyaman lagi sementara rakyat miskin bingung bagaimana agar esok pagi mampu buang hajat karena sampai malam ini belum ada apa pun yang lewat di kerongkongannya. Sungguh, mereka tak malu untuk tidur di dalam sidang walau rakyat tak bisa tidur karena hujan deras mengguyur pinggiran toko yang mereka jadikan permadani. Dan bahkan, mereka tak malu untuk mencaplok uang rakyat, sementara rakyat kelimpungan bagaimana membayar berbagai pajak karena lapangan kerja semakin menguap.

Kalau kita mau jujur dan mau berbenah, maka dari lini terkecil (keluarga) sampai lini terbesar (bernegara) harus kita rombak cara pengelolaanya. Terlebih sekolah sebagai lembaga formal yang pemerintah pun turun tangan di dalamnya, maka sudah sepatutnya untuk memeberdayakan semaksimal mungkin. Bagaimana mengajari siswa didik agar punya malu, malu untuk korupsi, malu untuk mencontek, malu berkelakuan buruk, malu mendapat nilai jelek, dan masih banyak hal yang bisa kita ajarkan dan kita maksimalkan.

Tak tergiurkah ketika kita melihat negar-negara tetangga yang mulai berlari mengejar negara-negara maju, sementara kita merangkak pun masih kesulitan. Tak inginkah negeri yang katanya “kolam susu” ini benar-benar menjelma menjadi impian setiap orang, di mana kedamaian, ketenteraman, keharmonisan, kesejahteraan, dan masih banyak hal yang tak akan dapat kita tuliskan di sini benar-benar ada di negeri ini. Tak maukah kita? Tak inginkah kita? Atau para penghuni negeri ini memang lebih suka tawuran, lebih suka saling mengejek, lebih suka adu kekuatan, atau apalah namanya? Jawablah…! Jawablah dengan nurani Anda. Jika memang kita menginginkan kebahagiaan, maka mari kita usahakan perbaikan di semua lini kehidupan.  Dan, nasihatilah orang-orang yang urat malunya semakin tersamar oleh bergelimangnya rupiah yang menggoda. Semoga Allah menunjukkan kita ke jalan yang lurus, jalan yang Ia ridhai. Amin. []



Gambar: kabarnet.files.wordpress.com

0 Komentar:

Posting Komentar