Jarum
jam baru menunjukkan pukul 11.00 WIB, tapi masjid di dekat kantor
sudah mulai ramai didatangi para jamaah yang ingin melaksanakan
ibadah shalat Jum'at. Karena belum jam istirahat, saya belum bisa
bergegas ke masjid. Pukul 11.15 WIB aktivitas di tempat kerja
dihentikan sementara, saya pun bergegas menuju masjid. Alhamdulillah,
belum tergolong yang terakhir datang karena masih dapat barisan
depan, walaupun tidak di barisan pertama.
Sungguh beruntung orang yang bisa datang ke masjid lebih awal pada hari Jum'at karena ada sebuah hadis yang menyebutkan, “Pada setiap hari Jumat para malaikat berdiri di depan pintu masjid menuliskan nama-nama orang secara berurutan. Ketika imam telah duduk (di atas mimbarnya) mereka menutup buku catatannya dan duduk mendengarkan khutbahnya” (H.r. Bukhari). Selain itu, orang yang datang lebih awal akan mendapatkan pahala sebagaimana dalam sebuah hadis, "Perumpamaan orang yang datang paling awal untuk melaksanakan shalat Jum'at adalah seperti orang yang berkurban unta, kemudian yang berikutnya seperti orang yang berkurban sapi, dan yang berikutnya seperti orang yang berkurban kambing, yang berikutnya lagi seperti orang yang berkurban ayam, kemudian yang berikutnya seperti orang yang berkurban telur" (H.r. Ahmad).
Sungguh beruntung orang yang bisa datang ke masjid lebih awal pada hari Jum'at karena ada sebuah hadis yang menyebutkan, “Pada setiap hari Jumat para malaikat berdiri di depan pintu masjid menuliskan nama-nama orang secara berurutan. Ketika imam telah duduk (di atas mimbarnya) mereka menutup buku catatannya dan duduk mendengarkan khutbahnya” (H.r. Bukhari). Selain itu, orang yang datang lebih awal akan mendapatkan pahala sebagaimana dalam sebuah hadis, "Perumpamaan orang yang datang paling awal untuk melaksanakan shalat Jum'at adalah seperti orang yang berkurban unta, kemudian yang berikutnya seperti orang yang berkurban sapi, dan yang berikutnya seperti orang yang berkurban kambing, yang berikutnya lagi seperti orang yang berkurban ayam, kemudian yang berikutnya seperti orang yang berkurban telur" (H.r. Ahmad).
Seperti
sudah menjadi kebiasaan bahwa sebelum pukul 12.00 rangkaian ibadah
Jum'at belum akan dimulai. Padahal, dalam kaidahnya ibadah Jum'at
dimulai ketika masuk waktu Zhuhur, bukankah waktu Zhuhur tidak selalu
pukul 12.00...? Beberapa menit menjelang tengah hari, salah seorang
takmir naik ke atas mimbar untuk menyampaikan himbauan kepada jamaah
untuk menonaktifkan alat komunikasi serta mengumumkan adanya kajian
yang diadakan oleh pihak takmir masjid pada waktu-waktu tertentu.
Selesai pengumuman, khatib naik ke atas mimbar. Setelah mengucapkan
salam, muadzin pun mengumandangkan azan. Selesai kumandang azan,
khatib pun mulai dengan khutbahnya. Ketika itu, kotak infak mulai
diedarkan.
Nah, kebiasaan mengedarkan kotak infak saat khutbah inilah yang bagi saya cukup mengganggu kekhidmatan dalam menjalankan ibadah Jum'at. Mungkin lebih tepat di serambi masjid diberi kotak infak sehingga jamaah dapat memasukkan infaknya kapan saja, tidak terpaku pada hari Jum'at. Bahkan pernah akibat seseorang yang dekat dengan kotak infak lupa mengedarkan, salah satu jamaah memberi isyarat kepada jamaah lain agar mengedarkan kotak infak tersebut dengan mengatakan, “Mas, kontak infaknya...!” Padahal sudah diketahui bersama bahwa jamaah dilarang melakukan aktivitas apa pun selain mendengarkan khutbah, apalagi sampai berbicara.
Saya jadi teringat sebuah hadis yang menyebutkan, “Barangsiapa yang berwudhu, lalu memperbagus wudhunya kemudian ia mendatangi (shalat) Jum’at, kemudian (di saat khutbah) ia betul-betul mendengarkan dan diam, maka dosanya antara Jum’at saat ini dan Jum’at sebelumnya ditambah tiga hari akan diampuni. Dan barangsiapa yang bermain-main dengan kerikil, maka ia benar-benar melakukan hal yang batil (lagi tercela)” (H.r. Muslim). Hadis yang lain juga menyebutkan, “Jika engkau berkata pada sahabatmu pada hari Jum’at (dengan mengatakan) 'Diamlah!', sementara khatib sedang berkhutbah, sungguh engkau telah berkata sia-sia” (H.r. Bukhari dan Muslim). Kalau bermain kerikil (menurut saya, memainkan krikil tidak ubahnya dengan mengedarkan kotak infak) saja sudah termasuk kesia-siaan apalagi sampai berkata-kata. Wallahu a'lam.
Nah, kebiasaan mengedarkan kotak infak saat khutbah inilah yang bagi saya cukup mengganggu kekhidmatan dalam menjalankan ibadah Jum'at. Mungkin lebih tepat di serambi masjid diberi kotak infak sehingga jamaah dapat memasukkan infaknya kapan saja, tidak terpaku pada hari Jum'at. Bahkan pernah akibat seseorang yang dekat dengan kotak infak lupa mengedarkan, salah satu jamaah memberi isyarat kepada jamaah lain agar mengedarkan kotak infak tersebut dengan mengatakan, “Mas, kontak infaknya...!” Padahal sudah diketahui bersama bahwa jamaah dilarang melakukan aktivitas apa pun selain mendengarkan khutbah, apalagi sampai berbicara.
Saya jadi teringat sebuah hadis yang menyebutkan, “Barangsiapa yang berwudhu, lalu memperbagus wudhunya kemudian ia mendatangi (shalat) Jum’at, kemudian (di saat khutbah) ia betul-betul mendengarkan dan diam, maka dosanya antara Jum’at saat ini dan Jum’at sebelumnya ditambah tiga hari akan diampuni. Dan barangsiapa yang bermain-main dengan kerikil, maka ia benar-benar melakukan hal yang batil (lagi tercela)” (H.r. Muslim). Hadis yang lain juga menyebutkan, “Jika engkau berkata pada sahabatmu pada hari Jum’at (dengan mengatakan) 'Diamlah!', sementara khatib sedang berkhutbah, sungguh engkau telah berkata sia-sia” (H.r. Bukhari dan Muslim). Kalau bermain kerikil (menurut saya, memainkan krikil tidak ubahnya dengan mengedarkan kotak infak) saja sudah termasuk kesia-siaan apalagi sampai berkata-kata. Wallahu a'lam.
Sungguh,
karena sudah menjadi kebiasaan terkadang hal yang kurang baik pun
diamini. Lihat saja bagaimana lamanya sang khatib menyampaikan
khutbahnya. Padahal esensi dari khutbah Jum'at adalah mengingatkan
kaum Muslimin untuk selalu bertakwa, kapan pun dan di mana pun. Tapi
kadang bagi sebagian khatib itu belum cukup sampai harus
dipanjang-lebarkan khutbahnya. Terlebih, terkadang sang khatib
menggunakan kitab berbahasa Arab yang harus dibaca dan diterjemahkan
(apalagi yang 100% menggunakan bahasa Arab, apa semua jamaah bisa
paham?). Menurut saya metode ini lebih tepat disampaikan di waktu dan
tempat yang lain dan lebih tepat. Ada sebuah hadis yang menegur para
khatib yang terlalu panjang menyampaikan khutbahnya. Rasulullah
Shallallahu
'alaihi wa sallam
pernah bersabda, “Sesungguhnya
panjang shalat seseorang dan pendek khutbahnya merupakan tanda
kepahamannya (dalam agama). Maka panjangkanlah shalat dan pendekanlah
khutbah!”
(H.r. Muslim).
Bahkan, terkadang ada khatib yang agak nyeleneh--menurut saya--karena sang khatib menyampaikan materi yang mengundang gelak tawa jamaah atau malah menimbulkan diskusi antarjamaah. Sungguh hal yang tidak perlu dilakukan karena memang situasinya tidak tepat. Panjangnya khutbah terkadang juga berdampak kurang baik, misalnya jamaah sengaja datang terlambat / datang menjelang khutbah selesai karena menghindari khutbah yang terlalu panjang. Bahkan yang datang awal pun, sebagian besar menundukkan kepala, disinyalir karena mengantuk (tapi tidak semua, ada juga yang khusuk mendengarkan). Mungkin dalam hal ini berlaku kaidah bahwa sesuatu yang baik jika disampaikan dengan cara yang salah akan terlihat kurang baik.
Bahkan, terkadang ada khatib yang agak nyeleneh--menurut saya--karena sang khatib menyampaikan materi yang mengundang gelak tawa jamaah atau malah menimbulkan diskusi antarjamaah. Sungguh hal yang tidak perlu dilakukan karena memang situasinya tidak tepat. Panjangnya khutbah terkadang juga berdampak kurang baik, misalnya jamaah sengaja datang terlambat / datang menjelang khutbah selesai karena menghindari khutbah yang terlalu panjang. Bahkan yang datang awal pun, sebagian besar menundukkan kepala, disinyalir karena mengantuk (tapi tidak semua, ada juga yang khusuk mendengarkan). Mungkin dalam hal ini berlaku kaidah bahwa sesuatu yang baik jika disampaikan dengan cara yang salah akan terlihat kurang baik.
Ini
adalah fenomena yang hampir jamak di semua daerah, khususnya di
Indonesia. Saya menyampaikan ini dengan maksud agar esensi dari
ibadah Jum'at benar-benar bisa diresapi. Bukan hanya sebuah ritual
yang berlalu begitu saja setiap pekan. Karena iman manusia terkadang
naik dan kadang turun. Nah, ibadah di hari Jum'atlah yang seharusnya
digunakan untuk selalu memupuk ketakwaan jamaah kepada Allah Swt.
Selain itu, kebiasaan-kebiasaan yang memang menyelisihi sunnah Nabi
bisa sedikit demi sedikit dihilangkan agar tidak sia-sia (kurang
sempurna) ibadah jum'at kita. Harapan saya dan juga kita semua agar
tidak dijumpai lagi khatib yang terlalu memanjangkan khutbah tanpa
mengindahkan kondisi jamaah (karena keperluan jamaah di luar
berbeda-beda), tidak ada lagi jamaah yang tertidur akibat panjangnya
khutbah, dan tidak ada jamaah yang menyengaja datang terlambat untuk
menghindari khutbah yang panjang. Semoga Allah selalu memberikan kita
hidayah. Amin. []
Gambar: www.elvinmiradi.net
Gambar: www.elvinmiradi.net
0 Komentar:
Posting Komentar