Alhamdulillah, lima bulan yang lalu (tepatnya tanggal 24 Juli 2011) saya telah melepas status lajang saya. Sempat bimbang sebelum melangsungkan akad nikah. Bukan karena takut salah ketika mengucapka ijab-qabul, tapi lebih ke masalah kesiapan setelah menikah. Bagaimana menjadi seorang suami dan bapak yang harus menafkahi keluarga serta mempertanggungjawabkan semuanya kelak di hadapan Allah Swt. Terlebih beberapa bulan sebelum menikah, saya masih berstatus pengangguran. Jadi, rasa yang tidak menentu semakin menghantui diri saya.
Sebenarnya niat untuk menikah sudah ada sejak menginjak semester akhir kuliah. Akan tetapi, selalu saja kalah dengan perasaan-perasaan yang sejatinya saya ciptakan sendiri, takut, cemas, khawatir, dan seabreg perasaan aneh lainnya. Pengadaian yang tidak berujung pun menjadi alasan saya untuk ragu-ragu melangkahkan kaki ke jenjang pernikahan.
Bingung dengan keadaan yang tidak jelas ini, akhirnya saya cari-cari referensi yang—setidaknya—mampu menenangkan batin saya. Hingga akhirnya saya baca buku-buku yang berkaitan dengan persiapan pernikahan dan sejenisnya. Lama kelamaan kecemasan yang tadinya menyurutkan langkah saya untuk menikah jadi semakin pudar.
Seiring berjalannya waktu, bismillah...saya bulatkan tekad untuk segera menikah setelah lulus kuliah, walaupun jujur saya belum memiliki pekerjaan/penghasilan. Tapi berkat tekad saya untuk menikah, Allah memudahkan jalan saya. Saya bisa lulus cepat, dan tidak terduga dua bulan setelah saya wisuda saya diterima kerja di bagian redaksi di salah satu penerbit di Yogyakarta. Kejadian itu terjadi tiga bulan sebelum saya menikah. Sungguh ajaib, tapi itulah pertolongan Allah. Saat itu, tekad saya untuk menikah menjadi semakin kuat.
Setelah menikah, saya dan istri memutuskan untuk menetap di Jogja (ya...walau masih mengontrak rumah, tapi bagi kami itu sudah lebih dari cukup dan patut kami syukuri). Hari-hari pascanikah kami lalui dengan penuh semangat. Ternyata argumen-argumen yang dahulu hampir menyurutkan langkah saya untuk menikah telah terbantahkan. Ternyata keraguan itu memang sengaja dihembuskan musuh terbesar kita sebagai manusia, yaitu setan, agar kita tidak segera menunaikan ibadah separuh agama ini. Semoga pengalaman ini bisa memotivasi rekan-rekan yang tengah bimbang untuk menikah. Sungguh menikah tidak seseram yang saya dan mungkin rekan-rekan bayangkan. Selamat mencoba. []
Gambar: 1.bp.blogspot.com
Gambar: 1.bp.blogspot.com
0 Komentar:
Posting Komentar