Rabu, 12 Oktober 2016

Para Penafsir Dadakan




Hari ini, tiba-tiba bermunculan ahli tafsir dadakan terkait kata AULIYA dalam Al-Qur`an. Kata mereka, kata itu tidak boleh ditafsirkan sebagai PEMIMPIN. Bagi mereka, yang paling tepat mewaikili kata AULIYA adalah TEMAN atau SAHABAT KARIB. Ya, mereka adalah sekelompok orang yang begitu membangga-banggakan kebebasan, tetapi di sisi lain justru mengekang kebebasan orang lain untuk berpendapat—padahal yang berpendapat adalah para ulama. Begitulah, mereka bebas menafsirkan—padahal bukan ulama, apalagi ahli tafsir—tetapi tidak bagi yang lain meski paham agama dan tahu ilmu tafsir. Standar ganda, bukan? Aneh, bukan?


Oke, kita ikuti keinginan mereka, bahwa tafsir AULIYA adalah TEMAN atau SAHABAT KARIB, bukan PEMIMPIN. Lalu pertanyaannya: Manakah yang cakupannya lebih luas, TEMAN-SAHABAT KARIB atau PEMIMPIN? Ya, PEMIMPIN cakupannya jauh lebih luas ketimbang TEMAN atau SAHABAT KARIB. Logikanya, kalau Allah melarang—sesuai tafsir mereka—seorang Muslim menjadikan orang kafir sebagai TEMAN KARIBNYA karena madharat yang akan timbul, maka apalagi dengan menjadikannya (baca: memilihnya) sebagai PEMIMPIN, tentu lebih terlarang lagi. Sayangnya, pemikiran mereka terbalik, seolah ingin mengatakan: “Yang dilarang itu mendekati zina, kalau melakukan zina nggak apa-apa”; “Yang dilarang itu menjadikan orang kafir sebagai TEMAN atau SAHABAT KARIB, kalau menjadikannya sebagai PEMIMPIN nggak apa-apa”. Sungguh, ini adalah logika berpikir yang sesat dan menyesatkan!


Jadi, bagi yang masih jernih imannya, sudah sangat gamblang bahwa umat Islam haram hukumnya memilih dan menjadikan orang-orang kafir sebagai TEMAN atau SAHABAT KARIB, apalagi menjadikannya sebagai PEMIMPIN, lebih terlarang lagi! Dan ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan subjektivitas (suka atau tidak suka) kita terhadap seseorang. Sebaliknya, kita melakukan ini sebagai bukti keimanan dan kepatuhan kita kepada Allah. Hal ini sama halnya dengan kepatuhan kita dalam hal tidak memakan daging babi, misalnya, meski menurut orang-orang enak rasanya. Ya, tidak lain dan tidak bukan ini adalah masalah keyakinan dan kepatuhan kita kepada Allah 'Azza wa Jalla. Baca juga: http://www.hidayatullah.com/none/read/2016/03/22/91574/fiqh-kepemimpinan.html; http://www.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2016/10/11/102451/mui-ahok-telah-menghina-al-quran-dan-ulama.html; dan http://www.pos-metro.com/2016/09/aa-gym-heran-sebanyak-7-ayat-melarang.html.


Nah, bagi yang beragama Islam, tetapi masih ngotot membolehkan, bahkan memfatwakan untuk memilih calon pemimpin yang kafir, maka jawaban Allah ini semoga bisa menyadarkannya. Namun, kalau tidak mempan juga, biarlah Allah yang memutuskan perkaranya:


"Kabarkanlah kepada orang-orang MUNAFIK bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih. (Yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi WALI (pemimpin/teman/penolong) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah." (Q.s. an-Nisaa` [4]: 138-139)



Sumber gambar: katabaru.files.wordpress.com

0 Komentar:

Posting Komentar