Menjelang
usia 5 bulan, Alma—anak saya—sudah mulai latihan tengkurap. Senang bukan
kepalang ketika sepulang kerja saya dapati dia sedang asyik bermain dengan
ibunya dalam posisi badan tertengkurap. Awalnya, saya sempat bimbang dengan tubuhnya
yang lumayan gemuk karena sangat mungkin akan mengalami kesulitan saat ia akan membalikkan
badan.
Meski
di usia 4 bulan berat badannya sudah mencapai 7 Kg, tapi ini bukan karena
mengonsumsi susu formula. Sedari awal saya dan istri sudah bertekad untuk memberikan
ASI (Air Susu Ibu) eksklusif kepada buah hati kami hingga dia berumur 2 tahun. Jadi,
gemuknya anak saya, yang masih dalam batas kewajaran dinilai dokter sebagai
manfaat dari terserapnya ASI secara optimal. Karena akan berbeda dengan anak
yang diberi susu formula, gemuknya bukan karena sehat tapi lebih ke kondisi
tertumpuknya lemak dalam tubuh si bayi.
Tak
hanya itu, saya juga mengamati pancaindranya yang sudah bisa digunakan walaupun
belum maksimal. Suatu sore, saat saya dan istri tengah mengaji, Alma terlihat
diam memperhatikan bahkan bisa dianggap ikut hanyut dalam bacaan kami. Mulanya kami
tidak begitu peduli, saya pikir bayi tak akan mengerti, tapi lama-lama saya
jadi penasaran. Terbetiklah suatu niat untuk melakukan eksperimen kecil-kecilan
terhadap indra pendengarannya.
Berhubung
isu musik mozart begitu gencar di masyarakat, saya pun mencoba memperdengarkan
musik itu pada Alma (kebetulan salah satu pamannya membelikan buku mozart plus
CD-nya). Responnya tak begitu sesuai dengan isi buku, malah bisa dikatakan
jauh. Alma justru tak tenang ketika mendengar beberapa musik yang diklaim
sebagai musik-musik mozart itu. Gagal pada percobaan pertama, saya mencoba
memperdengarkan lagu-lagu anak yang lazim di Indonesia, seperti Lihat Kebunku, Balonku, Pelangi-Pelangi,
hingga Bintang Kecil. Kesemuanya juga
tak begitu berefek, tapi setidaknya dia sedikit memperhatikan.
Belum
puas sampai di situ, saya pun mencoba lagu lain, terutama lagu-lagu yang
berhubungan dengan ibu, misalnya lagu yang berjudul Kasih Ibu, Surga di Telapak Kaki
Ibu, dan yang semisalnya. Sontak saya kaget, Alma begitu antusias mendengarkannya,
bahkan dia ikut bersuara seolah-olah mengikuti apa yang saya nyanyikan. Saya jadi
heran, ternyata anak seusia dia sudah bisa mengenali kata “IBU”, dan mungkin
seorang bayi akan mengenali kata “IBU” beserta padanannya, seperti “Bunda”, “Mama”,
“Umi”, atau bahkan “Mother”.
Satu
lagi tes yang saya lakukan kepada Alma, yaitu memperdengarkan bacaan Al-Qur`an.
Ketika saya mulai membaca ta’awudz, Alma
seperti telah mengetahui salah satu etika ketika mendengar Al-Qur`an; diam
memperhatikan. Saya lirik, dia terlihat begitu antusias memperhatikan. Pun ketika
saya bacakan terjemahnya, dia masih betah untuk memperhatikan. Padahal waktu
yang dibutuhkan bisa berkisar antara 10 s.d. 15 menit. Masya Allah, ternyata
anak bayi pun amat memahami bahwa Al-Qur`an adalah kalamullah. Semoga kita bisa belajar dari fenomena ini bahwa
sungguh kuasa-Nya amat tak terbatas hingga kita pun bisa memetik hikmah dari
makhluknya yang masih teramat lemah bernama bayi. []
Gambar: 4.bp.blogspot.com
Gambar: 4.bp.blogspot.com
0 Komentar:
Posting Komentar